Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri mempertanyakan progres pembangunan fasilitas Floating Storage Unit (FSU) liquified natural gas (LNG) di Teluk Lamong, Jawa Timur (Jatim). Hal tersebut diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirut PGN beserta jajarannya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
“Saya ingin mempertanyakan bagaimana progres pembangunan fasilitas FSU, LNG di Teluk Lamong. Mengingat fase pertama ditargetkan selesai pada akhir tahun 2019 ini. Apabila target pembangunan tercapai, FSU LNG di Teluk Lamong ini dapat mulai beroperasi pada Tahun 2021 ini, diharapkan mampu memperluas jangkauan gas bumi di wilayah-wilayah yang tidak terdapat pipa gas,” ujar Dyah Roro.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini melanjutkan, saat ini masyarakat dan industri mengeluhkan tingginya harga gas bumi, sehingga berpengaruh pada kegiatan ekonomi dan industri. Oleh karena itu, ia ingin mengetahui sebenarnya berapa harga gas saat ini dan komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi harga jual gas bumi di Indonesia. Dengan begitu, PGN dapat segera mencari solusi atas tingginya harga gas bumi ini.
Pada kesempatan tersebut, Dyah Roro juga memaparkan beberapa informasi hasil kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke Gresik, salah satunya adalah kontrak Pasok di Wilayah Jawa Timur akan berakhir di Tahun 2021 yang akan berdampak pada indutri-industri di Jawa Timur.
“Salah satu industri di Jawa Timur yang bergantung dengan ketersediaan gas bumi adalah PT Petrokimia Gresik. Seperti kita ketahui, bahan baku pembuatan pupuk adalah gas bumi. PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu produsen pupuk terbesar dan menjadi tumpuan kemajuan pertanian rakyat Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian karena menyangkut kelangsungan pertanian dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” tambahnya.
Untuk itu, lanjutnya, Komisi VII DPR RI mendukung Pemerintah untuk mengkaji pengalokasian gas ekspor ke Singapura pasca berakhirnya Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) pada Tahun 2023. Mengingat neraca gas negara saat ini adalah defisit, sehingga Indonesia harus memprioritaskan kebutuhan domestik dalam negeri terlebih dahulu. (ayu/es)