WARTALIKA.id – Salah satu kesimpulan besar Rapat Komisi VII Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019 – 2020 yang ditutup pada hari Selasa, (17/12/2019), di Senayan, adalah ketersediaan gas bumi untuk masyarakat dan juga industri.
Dalam kesempatan tersebut, Dyah Roro Esti Widya Putri, anggota Komisi VII DPR RI, menanyakan tentang bagaimana progress pembangunan fasilitas FSU LNG di Teluk Lamong, mengingat fase 1 ditargetkan selesai di akhir tahun 2019. Apabila target pembangunan tercapai, FSU LNG di Teluk Lamong ini dapat mulai beroperasi pada Tahun 2021 dan didiharapkan mampu memperluas jangkauan gas bumi di wilayah-wilayah yang tidak terdapat pipa gas.
Masyarakat dan industri mengeluhkan tingginya harga gas bumi yang mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat dan juga industri. Dyah Roro menanyakan kepada Dirut PGN, Tbk berapa harga gas saat ini dan komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi harga jual gas bumi di Indonesia. Legislator Golkar ini juga meminta agar Dirut PGN, Tbk bersama jajaranya mencari solusi atas harga gas yang tinggi ini.
Dyah Roro juga memaparkan beberapa informasi hasil Kunjungan kerja Spesifik ke Gresik, salah satunya adalah kontrak Pasok di Wilayah Jawa Timur akan berakhir di Tahun 2021 yang akan berdampak pada indutri-industri di Jawa Timur.
“Salah satu industry di Jawa Timur yang bergantung dengan ketersediaan gas bumi adalah PT. Petrokimia Gresik. Seperti yang kita ketahui, bahan baku pembuatan pupuk adalah gas bumi. PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu produsen pupuk terbesar dan menjadi tumpuan kemajuan pertanian rakyat Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian karena menyangkut kelangsungan pertanian dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar Dyah.
Bersama rekan-rekan Komisi VII DPR RI mendukung Pemerintah untuk mengkaji pengalokasian gas ekspor ke Singapura paska berakhirnya Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) pada Tahun 2023. Mengingat neraca gas negara saat ini adalah deficit,maka kita harus memprioritaskan kebutuhan domestic.