Anggota DPR RI milenial dari Komisi VII dapil X Gresik-Lamongan, Dyah Roro Esti melakukan serap aspirasi masyarakat Ujungpangkah, Gresik.
Anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar itu, langsung dicurhati menurunnya hasil tangkapan nelayan yang terus menurun.
“Mengenai terus menurunnya hasil nelayan masyarakat Ujungpangkah, Gresik. Persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama, dan keluhan ini akan diteruskan ke LIPI maupun ke BPPT,” ujar Dyah Roro Esti dihadapan masyarakat di Gedung Koperasi Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Jumat (27/12/2019).
Selain diteruskan ke LIPI dan BPPT. Dirinya, juga sedang mengkaji terkait penggunaan alat fish finder. Alat itu bisa membantu nelayan untuk mendeteksi keberadaan ikan. Jadi waktu lebih efisian dan hasilnya meningkat.
Persoalan lain juga di bahas dalam masyarakat adalah persoalan listrik di Gresik ini. Meski kebutuhan listrik menjadi skala nasional tentunya kondisi listrik di Gresik yang masih sering byar pet menjadi antensi sendiri.
Politisi Golkar itu menyebut, persoalan listrik ini sebelumnya tidaklah menjadi prioritas. Tetapi pihaknya telah mengusulkan dan menjadi prioritas nomor dua dalam pembangunan ke depan.
“Tahun 2020 nanti terdapat mega proyek sebesar 35 ribu megawatt. Nah dari sana. Komisi VII telah mengajukan undang-undang untuk bisa merealisasikannya di 2020-2024.
Saat ditanya untuk Gresik sendiri. Dyah Roro Estu mengaku sedang melakukan pengkajian terkait wilayah mana saja yang akan dipasang panel listrik itu. Yang jelas, mega proyek itu bisa membantu kebutuhan listrik di Gresik ini.
“Hal itu sedang dikaji potensi energi terbarukan. Bisa dengan panel cahaya, hingga gelombang laut. Apalagi Gresik ini wilayah pesisir. Yang pasti di komisi VII ini sedang memikirkan bagaimana meningkatkan energi terbarukan yang bermanfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga menuturkan, Kabupaten Gresik tak jauh beda dengan masalah kekeringan setiap tahun. Karena itu, masalah tersebut menjadi atensi. Sebab, di Jatim masih ada 179 sumur bor. Nah pihaknya meminta jatah untuk Gresik-Lamongan karena wilayah ini setiap tahun mengalami kekeringan yang cukup memprihatinkan.
Sementara itu, salah satu warga yakni Muin (50) asal Desa Pangkah Kulon yang juga berprofesi sebagai nelayan mengatakan meminta DPR untuk melakukan kajian terkait fenomena yang melanda petani tambak.
“Dulu sehari bisa meraup Rp 500 ribu hingga 1 juta. Sekarang sehari Rp 50 ribu saja sulit. Padahal, potensi budidaya disini besar,” paparnya.